carilah TUHAN selama IA masih berkenan ditemui....berserulah kepadaNYA selama IA dekat......

Jumat, 03 September 2010

Puisi Jendral Mc.Arthur"Build Me a Son"


Sebuah puisi yang sangat menyentuh dan memotivasi kita untuk menjadi seorang pribadi yang kuat. Puisi ini adalah puisi dari Jenderal Mc.Arthur, seorang jenderal legendaris US yang berhasil mengalahkan Jepang melalui pertempuran Pasifik. Puisi ini memang tidak berhubungan dengan investasi secara langsung, akan tetapi sikap mental dan jiwa yang terkandung dari puisi ini akan menguatkan kita ketika menghadapi tantangan apapun, sebuah sikap mental yang diperlukan untuk menjadi orang yang ingin menjadi kaya.


Build Me a Son
General Douglas A. MacArthur

Build me a son, O Lord,
who will be strong enough to know when he is weak,
and brave enough to face him self when he is afraid;
one who will be proud and unbending in honest defeat,
and humble and gentle in victory.

Build me a son whose wishbone will not be
where his backbone should be;
a son who will know Thee- and that
to know himself is the foundation stone of knowledge.

Lead him, I pray, not in the path of ease and comfort,
but under the stress and spur of difficulties and challenge.
Here, let him learn to stand up in the storm;
here, let him team compassion for those who fall.

Build me a son whose heart will be clear, whose goals will be high;
a son who will master himself before he seeks to master other men;
one who will learn to laugh, yet never forget how to weep;
one who will reach into the future, yet never forget the past.

And after all these things are his,
add, I pray, enough of a sense of humor,
so that he may always be serious,
yet never take himself too seriously.

Give him humility, so that he may always remember
the simplicity of true greatness,
the open mind of true wisdom,
the meekness of true strength.

Then I, his father, will dare to whisper,
“I have not lived in vain.”


Tuhanku …
Bentuklah puteraku menjadi manusia yang cukup kuat untuk mengetahui,
manakala ia lemah.
Dan cukup berani menghadapi dirinya sendiri, manakala dia takut.
Manusia yang bangga dan teguh dalam kekalahan, jujur dan rendah hati
serta berbudi halus dalam kemenangan.

Bentuklah puteraku menjadi manusia yang hasrat-hasratnya tidak
menggantikan yang mati, putera yang selalu mengetahui Engkau, dan insyaf
bahwa mengenal dirinya sendiri adalah landasan pengetahuan.

Tuhanku …
Aku mohon agar puteraku jangan dibimbing dijalan yang mudah dan lunak,
tetapi dibawah tekanan dan desakan kesulitan dan tantangan. Didiklah
puteraku supaya teguh berdiri diatas badai serta berbelas kasihan
terhadap mereka yang gagal.

Bentuklah puteraku supaya menjadi manusia yang berhati jernih, yang
cita-citanya tinggi. Putera yang sanggup memimpin dirinya sendiri
sebelum berhasrat memimpin orang lain.
Putera yang menjangkau hari depan namun tidak pernah melupakan masa
lampau.

Dan setelah itu menjadi miliknya, aku mohon agar puteraku juga diberi
perasaan jenaka, agar dia dapat serius tanpa dirinya terlampau serius.
Berilah dia juga kerendahan hati agar dia dapat selalu ingat pada
kesederhanaan dan keagungan asli, pada sumber kearifan dan pada
kelembutan juga pada kekuatan asli.

Dengan demikian maka, aku ayahnya, akan memberanikan diri dan berbisik :
“Hidupku tidak sia-sia”.

Bicara Dengan Bahasa Hati


Tak ada musuh yang tak dapat ditaklukkan oleh cinta.
Tak ada penyakit yang tak dapat disembuhkan oleh kasih sayang.
Tak ada permusuhan yang tak dapat dimaafkan oleh ketulusan.
Tak ada kesulitan yang tak dapat dipecahkan oleh ketekunan.
Tak ada batu keras yang tak dapat dipecahkan oleh kesabaran.
Semua itu haruslah berasal dari hati anda.

Bicaralah dengan bahasa hati, maka akan sampai ke hati pula.
Kesuksesan bukan semata-mata betapa keras otot dan betapa
tajam otak anda, namun juga betapa lembut hati anda dalam
menjalani segala sesuatunya.

Anda tak kan dapat menghentikan tangis seorang bayi hanya
dengan merengkuhnya dalam lengan yang kuat.
Atau, membujuknya dengan berbagai gula-gula dan kata-kata manis.
Anda harus mendekapnya hingga ia merasakan detak jantung yang tenang
jauh di dalam dada anda.

Mulailah dengan melembutkan hati sebelum memberikannya pada keberhasilan anda.....

Rabu, 01 September 2010

Susanna Wesley


Susanna Annesley atau Susanna Wesley lahir di London pada tahun 1669. Sejak kecil ia hidup dalam keadaan yang sulit sebagai anak ke 25 dari keluarga yang sangat sederhana.Walaupun sebenarnya ia memiliki kepandaian namun karena keadaan ekonomi membuatnya hanya menerima pendidikan yang rendah.

Pada usia 20 tahun, Susanna menikah dengan Samuel Wesley, pendeta Anglikan dan melahirkan 19 anak. Sembilan dari anak-anaknya meninggal ketika masih bayi. Salah satu putrinya yang lahir tahun 1705, mati tertindih wanita yang membantu mengasuhnya karena wanita itu kecapaian setelah berpesta sepanjang malam dan tertidur lelap menindih putri Susanna Wesley.

Penghasilan Samuel Wesley sangat kecil,sedangkan kebutuhan rumahtangga sangat banyak. Akibatnya Samuel sering berhutang dan pernah dipenjarakan karena terlambat membayar hutang. Sikap Samuel sebagai pendeta sangatlah keras sehingga tidak disukai sebagian jemaatnya. Samuel dan Susanna Wesley sering berdebat karena keduanya sama-sama memiliki watak yang keras.

Suatu ketika rumah mereka terbakar dan hampir saja menewaskan mereka. Beberapa saat mereka harus tidur di depan rumah mereka yang terbakar itu. Kesehatan Susanna mulai menurun setelah peristiwa itu. Pada tanggal 21 Juli 1731, kuda-kuda mereka berlari liar dan menjatuhkan Samuel. Samuel terluka parah dan mengalami penderitaan sepanjang hidupnya.

Rumah kecil mereka di Epworth, kota kecil yang cukup tertinggal di Inggris. Namun rumah ini menjadi tempat yang sangat terkenal dalam sejarah Inggris, karena disanalah lahir dan tumbuh dua pengabar injil yang sangat terkenal sepanjang masa ,yaitu John dan Charles Wesley.Kehidupan sulit yang dialami Susanna Wesley tidak menggoyangkan imannya, bahkan tangan yang bekerja keras dan hati yang tekun berdoa ini mengantarkan kesepuluh anaknya menjadi tokoh yang berguna bagi pergerakan gereja di jamannya, bahkan dua diantaranya menjadi pengkhotbah yang akan selalu dikenang dunia.

TOUCHING STORY FROM ITALY


Dibalik cerita Pedonor sumsum tulang belakang dan pelaku pemerkosaan.

Di suatu Koran Itali, muncullah berita pencarian orang yang istimewa. 17 Mei 1992 di parkiran mobil ke 5 Wayeli (nama kota, tak tahu aku bener ngak nulisnya), seorang wanita kulit putih diperkosa oleh seorang kulit hitam. Tak lama kemudian, sang wanita melahirkan seorang bayi perempuan berkulit hitam. Ia dan suaminya tiba-tiba saja menanggung tanggung jawab untuk memelihara anak ini. Sayangnya,sang bayi kini menderita leukemia kanker darah). Dan ia memerlukan transfer sumsum tulang belakang segera.

Ayah kandungnya merupakan satu-satunya penyambung harapan hidupnya. Berharap agar pelaku pada waktu itu saat melihat berita ini, bersedia menghubungi Dr. Adely di RS Elisabeth. Berita pencarian orang ini membuat seluruh masyarakat gempar. Setiap orang membicarakannya. Masalahnya adalah apakah orang hitam ini berani muncul. Padahal jelas ia akan menghadapi kesulitan besar.

Jika ia berani muncul, ia akan menghadapi masalah hukum, dan ada kemungkinan merusak kehidupan rumah tangganya sendiri. Jika ia tetap bersikeras untuk diam, ia sekali lagi membuat dosa yang tak terampuni. Kisah ini akan berakhir bagaimanakah ? Seorang anak perempuan yang menderita leukimia ternyata menyimpan suatu kisah yang memalukan di suatu perkampungan Itali.

Martha,35 thn, adalah wanita yang menjadi pembicaraan semua orang. Ia dan suaminya Peterson adalah warga kulit putih, tetapi diantara kedua anaknya, ternyata terdapat satu yang berkulit hitam. Hal ini menarik perhatian setiaporang disekitar mereka untuk bertanya, Martha hanya tersenyum kecil berkata pada mereka bahwa nenek berkulit hitam, dan kakeknya berkulit putih, maka anaknya Monika mendapat kemungkinan seperti ini.

Musim gugur 2002, Monika yang berkulit hitam terus menerus mengalami demam tinggi. Terakhir, Dr. Adely memvonis Monika menderita leukimia. "Harapan satu-satunya hanyalah mencari pedonor sumsum tulang belakang yang paling cocok untuknya." Dokter menjelaskan lebih lanjut. "Diantara mereka yang ada hubungan darah dengan Monika merupakan cara yang paling mudah untuk menemukan pedonor tercocok. Harap seluruh anggota keluarga kalian berkumpul untuk menjalani pemeriksaan sumsum tulang belakang."

Raut wajah Martha berubah, tapi tetap saja seluruh keluarga menjalani pemeriksaan. Hasilnya tak satupun yang cocok. Dokter memberitahu mereka, dalam kasus seperti Monika ini, mencari pedonor yang cocok sangatlah kecil
kemungkinannya. Sekarang hanya ada satu cara yang paling manjur, yaitu Martha dan suaminya kembali mengandung anak lagi. Dan mendonorkan darah anak untuk Monika. Mendengar usul ini Martha tiba-tiba menjadi panik, dan berkata tanpa suara "Tuhan..kenapa menjadi begini ?" Ia menatap suaminya, sinar matanya dipenuhi ketakutan dan putus asa. Peterson mengerutkan keningnya berpikir. Dr. Adely berusaha menjelaskan pada mereka, "saat ini banyak orang yang menggunakan cara ini untuk menolong nyawa para penderita leukimia, lagi pula cara ini terhadap bayi yang baru dilahirkan sama
sekali tak ada pengaruhnya." Hal ini hanya didengarkan oleh pasangan suami istri tersebut, dan termenung begitu lama. Terakhir mereka hanya berkata,
"Biarkan kami memikirkannya kembali."

Malam kedua, Dr. Adely tengah bergiliran tugas, tiba-tiba pintu ruang kerjanya terbuka, pasangan suami-istri tersebut. Martha menggigit bibirnya keras, suaminya Peterson, menggenggam tangannya, dan berkata serius pada dokter. "Kami ada suatu hal yang perlu memberitahumu. Tapi harap Anda berjanji untuk menjaga kerahasiaan ini, karena ini merupakan rahasia kami suami-istri selama beberapa tahun." Dr. Adely menganggukkan kepalanya.

Lalu mereka menceritakan: "Itu adalah 10 tahun lalu, dimana Martha ketika
pulang kerja telah diperkosa seorang remaja berkulit hitam. Saat Martha sadar, dan pulang ke rumah dengan tergesa-gesa, waktu telah menunjukkan pukul 1 malam. Waktu itu aku bagaikan gila keluar rumah mencari orang hitam itu untuk membuat perhitungan. Tapi telah tak ada bayangan orang satupun. Malam itu kami hanya dapat memeluk kepala masing-masing menahan kepedihan. Sepertinya seluruh langit runtuh."

Bicara sampai sini, Peterson telah dibanjiri air mata, Ia melanjutkan kembali . "Tak lama kemudian Martha mendapati dirinya hamil. Kami merasa sangat ketakutan, kuatir bila anak yang dikandungnya merupakan milik orang
hitam tersebut. Martha berencana untuk menggugurkannya, tapi aku masih
mengharapkan keberuntungan, mungkin anak yang dikandungnya adalah bayi
kami. Begitulah, kami ketakutan menunggu beberapa bulan. Maret 1993, Martha melahirkan bayi perempuan, dan ia berkulit hitam. Kami begitu putus asa, pernah terpikir untuk mengirim sang anak ke panti asuhan. Tapi mendengar suara tangisnya, kami sungguh tak tega. Terlebih lagi bagaimanapun Martha telah mengandungnya, ia juga merupakan sebuah nyawa. Aku dan Martha merupakan warga Kristen yang taat, pada akhirnya kami memutuskan untuk memeliharanya, dan memberinya nama Monika."

Mata Dr. Adely juga digenangi air mata, pada akhirnya ia memahami kenapa
bagi kedua suami istri tersebut kembali mengandung anak merupakan hal
yang sangat mengkuatirkan. Ia berpikir sambil mengangguk-anggukka n kepala
berkata "Memang jika demikian, kalian melahirkan 10 anak sekalipun akan
sulit untuk mendapatkan donor yang cocok untuk Monika." Beberapa lama kemudian,ia memandang Martha dan berkata "Kelihatannya, kalian harus mencari ayah kandung Monika. Barangkali sumsum tulangnya cocok untuk Monika. Tetapi, apakah kalian bersedia membiarkan ia kembali muncul dalam kehidupan kalian ?" Martha berkata : "Demi anak, aku bersedia berlapang dada memaafkannya. Bila ia bersedia muncul menyelamatkannya. Aku tak akan memperkarakannya." Dr. Adely merasa terkejut akan kedalaman cinta sang ibu.

Martha dan Peterson mempertimbangkannya baik-baik, sebelum akhirnya
memutuskan memuat berita pencarian ini di koran dengan menggunakan nama
samaran. November 2002, di koran Wayeli termuat berita pencarian ini,
seperti yang digambarkan sebelumnya. Berita ini memohon sang pelaku pemerkosaan waktu itu berani muncul, demi untuk menolong sebuah nyawa seorang anak perempuan penderita leukimia ! Begitu berita ini keluar, tanggapan masyarakat begitu menggemparkan. Kotak surat dan telepon Dr. Adely bagaikan meledak saja, kebanjiran surat masuk dan telepon, orang-orang terus bertanya siapakah wanita ini Mereka ingin bertemu dengannya, berharap dapat memberikan bantuan padanya. Tetapi Martha menolak semua perhatian
mereka, ia tak ingin mengungkapkan identitas sebenarnya, lebih tak ingin lagi
identitas Monika sebagai anak hasil pemerkosaan terungkap.

Seluruh media penuh dengan diskusi tentang bagaimana cerita ini berakhir.
Orang hitam itu akan munculkah?

Jika orang hitam ini berani muncul, akan bagaimanakah masyarakat kita sekarang menilainya Akankah menggunakan hukum yang berlaku untuk menghakiminya Haruskah ia menerima hukuman dan cacian untuk masa lalunya,
ataukah ia harus menerima pujian karena keberaniannya hari ini ?

Saat itu berita pencarian juga muncul di Napulese, memporakporandakan perasaan seorang pengelola toko minuman keras berusia 30 tahun. Ia seorang
kulit hitam, bernama Ajili. 17 Mei 1992 waktu itu, ia memiliki lembaran terkelam merupakan mimpi terburuknya di malam berhujan itu. Ia adalah sang peran utama dalam kisah ini. Tak seorangpun menyangka, Ajili yang sangat kaya raya itu, pernah bekerja sebagai pencuci piring panggilan.

Dikarenakan orang tuanya telah meninggal sejak ia masih muda, ia yang tak pernah mengenyam dunia pendidikan terpaksa bekerja sejak dini. Ia yang begitu pandai dan cekatan, berharap dirinya sendiri bekerja dengan giat demi
mendapatkan sedikit uang dan penghargaan dari orang lain. Tapi sialnya, bosnya merupakan seorang rasialis, yang selalu mendiskriminasikannya.
Tak peduli segiat apapun dirinya, selalu memukul dan memakinya. 17 Mei 1992, merupakan ulang tahunnya ke 20, ia berencana untuk pulang kerja lebih
awal merayakan hari ulang tahunnya. Siapa menyangka, ditengah kesibukan ia
memecahkan sebuah piring. Sang bos menahan kepalanya, memaksanya untuk
menelan pecahan piring. Ajili begitu marah dan memukul sang bos, lalu
berlari keluar meninggalkan restoran. Ditengah kemarahannya ia bertekad
untuk membalas dendam pada si kulit putih. Malam berhujan lebat, tiada
seorangpun lewat, dan di parkiran ia bertemu Martha. Untuk membalaskan
dendamnya akibat pendiskriminasian, ia pun memperkosa sang wanita yang
tak berdosa ini.

Tapi selesai melakukannya, Ajili mulai panik dan ketakutan. Malam itu juga Ia menggunakan uang ulang tahunnya untuk membeli tiket KA menuju Napulese,
meninggalkan kota ini.Di Napulese, ia bertemu keberuntungannya. Ajili mendapatkan pekerjaan dengan lancar di restoran milik orang Amerika. Kedua
pasangan Amerika ini sangatlah mengagumi kemampuannya, dan penikahkannya dengan anak perempuan mereka, Lina, dan pada akhirnya juga mempercayainya untuk mengelola toko mereka.

Beberapa tahun ini, ia yang begitu tangkas,tak hanya memajukan bisnis toko minuman keras ini, ia juga memiliki 3 anak yang lucu. Dimata pekerja lainnya dan seluruh anggota keluarga, Ajili merupakan bos yang baik, suami yang baik, ayah yang baik. Tapi hati nuraninya tetap membuatnya tak melupakan dosa yang pernah diperbuatnya.

Ia selalu memohon ampun pada Tuhan dan berharap Tuhan melindungi wanita
yang pernah diperkosanya, berharap ia selalu hidup damai dan tentram. Tapi ia
menyimpan rahasianya rapat-rapat, tak memberitahu seorangpun. Pagi hari
itu, Ajili berkali-kali membolak-balik koran, ia terus mempertimbangkan kemungkinan dirinyalah pelaku yang dimaksud. Sedikitpun ia tak pernah membayangkan bahwa wanita malangitu mengandung anaknya, bahkan menanggung tanggung jawab untuk memelihara dan menjaga anak yang awalnya bukanlah miliknya.

Hari itu, Ajili beberapa kali mencoba menghubungi no.Telepon Dr.Adely.Tapi
setiap kali, belum sempat menekan habis tombol telepon, iatelah menutupnya
kembali. Hatinya terus bertentangan, bila ia bersedia mengakui semuanya,
setiap orang kelak akan mengetahui sisi terburuknya ini, anak-anaknya
tak akan lagi mencintainya, ia akan kehilangan keluarganya yang bahagia dan
istrinya yang cantik. Juga akan kehilangan penghormatan masyarakat
disekitarnya. Semua yang ia dapatkan dengan ditukar kerja kerasnya
bertahun-tahun.

Malam itu, saat makan bersama, seluruh keluarga mendiskusikan kasus Martha.Sang istri, Lina berkata : : "Aku sangat mengagumi Martha. Bila aku diposisinya, aku tak akan memiliki keberanian untuk memelihara anak hasil perkosaan hingga dewasa. Aku lebih mengagumi lagi suami Martha, ia sungguh pria yang patut dihormati, tak disangka ia dapat menerima anak yang demikian." Ajili termenung mendengarkan pendapat istrinya, dan tiba-tiba mengajukan pertanyaan: "Kalau begitu, bagaimana kau memandang pelaku pemerkosaan itu ?" "Sedikitpun aku tak akan memaafkannya !!! Waktu itu ia sudah membuat kesalahan, kali ini juga hanya dapat meringkuk menyelingkupi dirinya sendiri, ia benar-benar begitu rendah, begitu egois, begitu pengecut ! Ia benar-benar seorang pengecut !" demikian istrinya menjawab dengan dipenuhi api kemarahan. Ajili mendengarkan saja, tak berani mengatakan kenyataan pada istrinya.

Malam itu, anaknya yang baru berusia 5 tahun begitu rewel tak bersedia tidur, untuk pertama kalinya Ajili kehilangan kesabaran dan menamparnya. Sang anak sambil menangis berkata :"Kau ayah yang jahat, aku tak mau peduli kamu lagi. Aku tak ingin kau menjadi ayahku". Hati Ajili bagai terpukul keras mendengarnya, ia pun memeluk erat-erat sang anak dan berkata: "Maaf, ayah tak akan memukulmu lagi. Ayah yang salah, maafkan papa ya."

Sampai sini, Ajili pun tiba-tiba menangis. Sang anak terkejut dibuatnya,
dan buru-buru berkata padanya untuk menenangkan ayahnya : "Baiklah,
kumaafkan. Guru TK ku bilang, anak yang baik adalah anak yang mau memperbaiki kesalahannya." Malam itu, Ajili tak dapat terlelap, merasa dirinya
bagaikan terbakar dalam neraka. Dimatanya selalu terbayang kejadian malam
berhujan deras itu, dan bayangan sang wanita. Ia sepertinya dapat mendengarkan jerit tangis wanita itu. Tak henti-hentinya ia bertanya pada dirinya sendiri : "Aku ini sebenarnya orang baik, atau orang jahat ?"

Mendengar bunyi napas istrinya yang teratur, ia pun kehilangan seluruh keberaniannya untuk berdiri. Hari kedua, ia hampir tak tahan lagi rasanya. Istrinya mulai merasakan adanya ketidakberesan pada dirinya, memberikan perhatian padanya dengan menanyakan apakah ada masalah Dan ia mencari alasan tak enak badan untuk meloloskan dirinya. Pagi hari di jam kerja, sang karyawan menyapanya ramah : "Selamat pagi, manager !" Mendengar itu, wajahnya tiba-tiba menjadi pucat pasi, dalam hati dipenuhi perasaan tak menentu dan rasa malu. Ia merasa dirinya hampir menjadi gila saja rasanya.

Setelah berhari-hari memeriksa hati nuraninya, Ajili tak dapat lagi terus diam saja, iapun menelepon Dr. Adely. Ia berusaha sekuat tenaga menjaga suaranya supaya tetap tenang : "Aku ingin mengetahui keadaan anak malang itu." Dr. Adely memberitahunya, keadaan sang anak sangat parah. Dr.Adely menambahkan kalimat terakhirnya berkata :"Entah apa ia dapat menunggu
hari kemunculan ayah kandungnya." Kalimat terakhir ini menyentuh hati Ajili
yang paling dalam, suatu perasaan hangat sebagai sang ayah mengalir keluar,
bagaimanapun anak itu juga merupakan darah dagingnya sendiri !

Ia pun membulatkan tekad untuk menolong Monika. Ia telah melakukan kesalahan sekali, tak boleh kembali membiarkan dirinya meneruskan kesalahan ini. Malam hari itu juga, ia pun mengobarkan keberaniannya sendiri untuk
memberitahu sang istri tentang segala rahasianya. Terakhir ia berkata : "Sangatlah mungkin bahwa aku adalah ayah Monika. Aku harus menyelamatkannya."

Lina sangat terkejut, marah dan terluka, mendengar semuanya, ia berteriak marah :"Kau PEMBOHONG !" Malam itu juga ia membawa ketiga anak mereka, dan lari pulang ke rumah ayah ibunya. Ketika ia memberitahu mereka tentang kisah Ajili, kemarahan kedua suami-istri tersebut dengan segera mereda. Mereka adalah dua orang tua yang penuh pengalaman hidup, mereka menasehatinya : "Memang benar, kita patut marah terhadap segala tingkah laku Ajili di masa lalu. Tapi pernahkah kamu memikirkan, ia dapat mengulurkan dirinya untuk muncul, perlu berapa banyak keberanian besar. Hal ini membuktikan bahwa hati nuraninya belum sepenuhnya terkubur. Apakah kau mengharapkan seorang suami yang pernah melakukan kesalahan tapi kini bersedia memperbaiki dirinya Ataukah seornag suami yang selamanya menyimpan kebusukan ini didalamnya ?" Mendengar ini Lina terpekur beberapa lama.

Pagi-pagi di hari kedua, ia langsung kembali ke sisi Ajili, menatap mata sang suami yang dipenuhi penderitaan, Lina menetapkan hatinya berkata : "Ajili, pergilah menemui Dr. Adely ! Aku akan menemanimu !"

3 Februari 2003, suami istri Ajili, menghubungi Dr. Adely. 8 Februari, pasangan tersebut tiba di RS Elisabeth, demi untuk pemeriksaan DNA Ajili. Hasilnya Ajili benar-benar adalah ayah Monika. Ketika Martha mengetahui bahwa orang hitam pemerkosanya itu pada akhirnya berani memunculkan dirinya, ia pun tak dapat menahan air matanya. Sepuluh tahun ini ia terus memendam dendam kesumat terhadap Ajili, namun saat ini ia hanya dipenuhi perasaan terharu.

Segalanya berlangsung dalam keheningan. Demi untuk melindungi pasangan Ajili dan pasangan Martha, pihak RS tidak mengungkapkan dengan jelas identitas mereka semua pada media, dan juga tak bersedia mengungkapkan keadaan sebenarnya, mereka hanya memberitahu media bahwa ayah kandung Monika telah ditemukan.

Berita ini mengejutkan seluruh pemerhati berita ini. Mereka terus-menerus menelepon, menulis surat pada Dr. Adely, memohon untuk dapat menyampaikan kemarahan mereka pada orang hitam ini, sekaligus penghormatan mereka padanya. Mereka berpendapat : "Barangkali ia pernah melakukan tindak pidana, namun saat ini ia seorang pahlawan !"

10 Februari, kedua pasangan Martha dan suami memohon untuk dapat bertemu muka langsung dengan Ajili. Awalnya Ajili tak berani untuk menemui mereka, namun pada permohonan ketiga Martha, iapun menyetujui hal ini. 18 Februari, dalam ruang tertutup dan dirahasiakan di RS, Martha bertemu langsung dengan Ajili.

Ajili baru saja memangkas rambutnya, saat ia melihat Martha, langkah
kakinya terasa sangatlah berat, raut wajahnya memucat. Martha dan suaminya melangkah maju, dan mereka bersama-sama saling menjabat tangan masing-masing, sesaat ketiga orang tersebut diam tanpa suara menahan kepedihan, sebelum akhirnya air mata mereka bersama-sama mengalir.

Beberapa waktu kemudian, dengan suara serak Ajili berkata : "Maaf...mohon maafkan aku ! Kalimat ini telah terpendam dalam hatiku selama 10 tahun. Hari ini akhirnya aku mendapat kesempatan untuk mengatakannya langsung kepadamu." Martha menjawab :"Terima kasih Kau dapat muncul. Semoga Tuhan memberkati, sehingga sumsum tulang belakangmu dapat menolong putriku".

19 Februari, dokter melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang Ajili.
Untungnya, sumsum tulang belakangnya sangat cocok bagi Monika Sang
dokter berkata dengan antusias : "Ini suatu keajaiban !"

22 Februari 2003, sekian lama harapan masyarakat luas akhirnya terkabulkan.
Monika menerima sumsum tulang belakang Ajili, dan pada akhirnya Monika
telah melewati masa kritis. Satu minggu kemudian, Monika boleh keluar RS
dengan sehat walafiat. Martha dan suami memaafkan Ajili sepenuhnya, dan secara khusus mengundang Ajili dan Dr. Adely datang kerumah mereka untuk
merayakannya. Tapi hari itu Ajili tidak hadir, ia memohon Dr. Adely
membawa suratnya bagi mereka. Dalam suratnya ia menyatakan penyesalan dan rasa malunya berkata :"Aku tak ingin kembali mengganggu kehidupan tenang kalian. Aku berharap Monika berbahagia selalu hidup dan tumbuh dewasa bersama kalian. Bila kalian menghadapi kesulitan bagaimanapun, harap hubungi aku, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk membantu kalian".

"Saat ini juga, aku sangat berterima kasih pada Monika, dari dalam lubuk hatiku terdalam, dialah yang memberiku kesempatan untuk menebus dosa. Dialah yang membuatku dapat memiliki kehidupan yang benar-benar bahagia di saparoh usiaku selanjutnya. Ini adalah hadiah yang ia berikan padaku !" ( Italia post)

KOPI BUBUK,WORTEL ATAU TELUR?

Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.

Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.

Lalu ia bertanya kepada anaknya, "Apa yang kau lihat, nak?" "Wortel, telur, dan kopi" jawab si anak.

Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak.

Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, "Apa arti semua ini, Ayah?" Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama, perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.

Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak.

Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras.

Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut. "Kamu termasuk yang mana?," tanya ayahnya. "Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?"

Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.

Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?

Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius.

Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.

Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.
Reply With Quote

GAGAL


Sejarah mencatat bahwa Wright bersaudara adalah orang yang pertama sekali berhasil menerbangkan pesawat. Meski demikian, mereka berdua sebenarnya bukanlah pelopor penelitian pesawat terbang. Pelopor pesawat terbang yang sebenarnya adalah Dr Samuel Langley yang sudah meneliti kemungkinan manusia terbang sejak tahun 1890 ( 13 tahun sebelum Wright menerbangkan pesawat ).

Mengapa Dr. Samuel Langley justru tidak dikenal orang? Ternyata, setelah melakukan penelitian dan berulang kali mengalami kegagalan selama 13 tahun, akhirnya Langley menghentikan penelitiannya. Keputusan itu diambil Langley ketika tgl 8 Oktober 1903 setelah untuk kesekian kalinya percobaannya gagal. Tahukah kita, bahwa hanya selang dua bulan dari sikap putus asa Langley tersebut, pada tanggal 17 Desember 1903, Wright bersaudara berhasil menerbangkan pesawatnya!

Patut disayangkan, bukan? Sedikit lagi Dr. Langley meraih kesuksesan, tapi sayang ia buru-buru berhenti karena tidak tahan menghadapi kegagalan.

Jatuh bukan berarti gagal. Jatuh dan tidak berani bangkit, itulah gagal yang sebenarnya! Jangan pernah putus asa dan menyerah kalah. Kita tidak pernah tahu bahwa sebenarnya tinggal selangkah lagi kita meraih keberhasilan, jangan sampai hal tersebut urung terjadi hanya gara-gara kita memutuskan untuk berhenti lebih awal. Seorang juara bukanlah mereka yang tidak pernah jatuh, melainkan dia yang selalu bangkit setiap kali gagal.

Kita semua pernah jatuh, yang membedakan hanyalah beberapa diantaranya menyerah kalah sementara yang lainnya berani bangkit kembali.

Banyak orang gagal karena mereka tidak tahu betapa dekatnya mereka dengan kesuksesan -- Thomas Alfa Edison

" Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana."
( Amsal 24 : 16 )

Semangkuk Mie Kuah


Ny. Hsu yang tinggal di Kao Hsiung, anak gadisnya pulang dari Amerika pada saat awal bulan Januari, dan membawa sebuah kisah nyata yang menggugah hati. Kisah yang terjadi pada malam Chu Si (malam menjelang Tahun Baru Imlek), berjumlah sebanyak 50 halaman lebih. Tokoh dalam cerita ini pada saat menceritakan kisahnya mengharukan banyak orang Jepang. Cerita ini dinamakan "Semangkuk Mie Kuah", diterjemahkan oleh Li Kuei Chuen.

Tanggal 31 bulan Desember lima belas tahun yang lalu, yang juga merupakan malam Chu Si, di sebuah jalan di kota Sapporo, Jepang, ada sebuah toko mie yang bernama "Pei Hai Thing" (Pei = Utara; Hai = Laut; Thing = Kios, toko).

Makan mie pada malam Chu Si, adalah adat istiadat turun temurun dari orang Jepang, pada hari itu pemasukan toko mie sangatlah baik, tidak terkecuali "Pei Hai Thing", hampir sehari penuh dengan tamu pengunjung, tetapi setelah jam 22.00 ke atas sudah tidak ada pengunjung yang datang lagi. Pada saat biasanya jalan yang sangat ramai hingga waktu subuh - karena pada hari itu semua orang terburu-buru pulang rumah untuk merayakan Tahun Baru - sehingga dengan cepat menjadi sunyi dan tenang.

Majikan dari toko mie "Pei Hai Thing" adalah seseorang yang jujur dan polos, istrinya adalah seorang yang ramah tamah dan melayani orang penuh dengan kehangatan. Saat tamu terakhir pada malam Chu Si itu telah keluar dari toko mie, dan pada saat sang istri tengah bersiap untuk menutup toko, pintu toko itu sekali lagi terbuka, seorang wanita membawa dua orang anaknya berjalan masuk, kedua anak itu kira-kira berusia 6 tahun dan 10 tahun, mereka mengenakan baju olahraga baru yang serupa satu dengan yang lainnya, tetapi wanita tersebut malah memakai baju luar - bercorak kotak - yang telah usang.

"Silakan duduk !" Sang majikan mengucapkan salam.

Wanita itu berkata dengan takut-takut: "Bolehkah... memesan semangkuk mie kuah ?"

Kedua anak di belakangnya saling memandang dengan tidak tenang.

"Tentu... tentu boleh, silakan duduk di sini !" Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2 di paling pinggir, lalu berteriak dengan keras ke arah dapur: "Semangkuk mie kuah !"

Sebenarnya jatah semangkuk untuk satu orang hanyalah satu ikat mie, sang majikan menambahkan lagi sebanyak setengah ikat, dan menyiapkannya dalam sebuah mangkuk besar penuh, hal ini tidak diketahui oleh sang istri dan tamunya itu.

Ibu dan anak bertiga mengelilingi semangkuk mie kuah tersebut dan menikmatinya dengan lezat, sambil makan, sambil berbicara dengan suara yang kecil, "Sangat enak sekali !"

Sang kakak berkata: "Ma, kamu juga coba-coba dong!"

Sang adik sambil berkata, dia menyumpit mie untuk menyuapi ibunya. Tidak lama kemudian mie pun telah habis, setelah membayar 150 yen, ibu dan anak bertiga dengan serempak memuji dan menghaturkan terima kasih "Sangat lezat sekali, banyak terima kasih!" serta membungkuk memberi hormat, lalu berjalan meninggalkan toko.

Setiap hari berlalu dengan sibuknya, tak terasa setahun pun berlalu. Dan tiba lagi pada tanggal 31 Desember, usaha dari "Pei Hai Thing" masih tetap ramai, kesibukan pada malam Chu Si akhirnya selesai, telah lewat dari jam 22.00, sang istri majikan ketika tengah berjalan ke arah pintu untuk menutup toko, pintu itu lalu terbuka lagi dengan pelan, yang masuk ke dalam adalah seorang wanita parobaya sambil membawa dua orang anaknya. Sang istri ketika melihat baju luar bercorak kotak yang telah usang itu, dengan seketika teringat kembali tamu terakhir pada malam Chu Si tahun lalu.

"Bolehkah... membuatkan kami... semangkuk mie kuah ?"

"Tentu, tentu, silakan duduk !"

Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2 yang pernah mereka duduk di tahun lalu, sambil berteriak dengan keras "Semangkuk mie kuah!".

Sang majikan sambil menyahuti, sambil menyalakan api yang baru saja dipadamkan.

Istrinya dengan diam-diam berkata di samping telinga suami: "Ei, masak 3 mangkuk untuk mereka, boleh tidak ?"

"Jangan, kalau demikian mereka bisa merasa tidak enak."

Sang suami sambil menjawab, sambil menambahkan setengah ikat mie lagi ke dalam kuah yang mendidih.

Ibu dan anak bertiga mengelilingi semangkuk mie kuah itu sambil makan dan berbicara, percakapan itu juga terdengar sampai telinga suami istri pemilik toko.

"Sangat wangi... sangat hebat... sangat nikmat!"

"Tahun ini masih bisa menikmati mie dari Pei Hai Thing, sangatlah baik!"

"Alangkah baiknya jika tahun depan masih bisa datang untuk makan di sini."

Setelah selesai makan dan membayar 150 yen, ibu dan anak bertiga lalu berjalan meninggalkan Pei Hai Thing.

"Terima kasih banyak! Selamat bertahun baru."

Memandang ibu dan anak yang berjalan pergi, suami istri pemilik toko berulang kali membicarakannya dengan cukup lama.

Malam Chu Si pada tahun ketiga, usaha dari "Pei Hai Thing" tetap berjalan dengan sangat baik, sepasang suami istri saking sibuknya sampai tidak ada waktu untuk berbicara, tetapi setelah lewat pukul 21.30, kedua orang itu mulai berperasaan tidak tenang.

Jam 22.00 telah tiba, pegawai toko juga telah pulang setelah menerima "Hung Pao" (Ang Pao), majikan toko dengan tergesa-gesa membalikkan setiap lembar daftar harga yang tergantung di dinding, daftar kenaikan harga "Mie Kuah 200 yen semangkuk" sejak musim panas tahun ini, ditulis ulang menjadi 150 yen.

Di atas meja nomor 2, sang istri pada saat 3 menit yang lalu telah meletakkan kartu tanda "Telah dipesan". Sepertinya ada maksud untuk menunggu orang yang akan tiba setelah seluruh tamu telah pergi meninggalkan toko, setelah lewat jam 22.00, ibu dengan dua orang anak ini akhirnya muncul kembali.

Sang kakak memakai seragam SMP, sang adik mengenakan jaket - yang kelihatan agak kebesaran - yang dipakai kakaknya tahun lalu, kedua anak ini telah tumbuh dewasa, sang ibu masih tetap memakai baju luar bercorak kotak usang yang telah luntur warnanya.

"Silakan masuk! Silakan masuk " Istri majikan toko menyambut dengan hangat.

Melihat istri majikan toko yang menyambut dengan senyum hangat, ibunda dua anak itu dengan takut-takut berkata: "Tolong... tolong buatkan 2 mangkuk mie, bolehkah ?"

"Baik, silakan duduk!"

Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2, dengan cepat menyembunyikan tanda "Telah Dipesan" seakan-akan tak pernah diletakkan di sana, lalu berteriak ke arah dalam "2 mangkuk mie".

Sang suami sambil menyahuti, sambil melempar 3 ikat mie ke dalam kuah yang mendidih. Ibu dan anak sambil makan, sambil berbicara, kelihatannya sangat bergembira, sepasang suami istri yang berdiri di balik pintu dapur juga turut merasakan kegembiraan mereka.

"Siao Chun dan kakak, mama hari ini ingin berterima kasih kepada kalian berdua !"

"Terima kasih !"

"Mengapa ?"

"Begini, kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan 8 orang terluka yang disebabkan oleh ayah kalian, pada setiap bulan dalam beberapa tahun ini haruslah menyerahkan uang sebesar 50,000 yen untuk menutupi bagian yang tak dapat dibayar oleh pihak asuransi."

"Ya, hal ini kami tahu!" Sang kakak menjawab.

Istri pemilik toko dengan tak bergerak mendengarkan.

"Yang pada mulanya harus membayar hingga bulan Maret tahun depan, telah terlunasi pada hari ini !"

"Oh, mama, benarkah ?"

"Ya, benar, karena kakak mengantar koran dengan rajin, Siao Chun membantu untuk beli sayur dan masak nasi, sehingga mama bisa bekerja dengan hati yang tenang. Perusahaan memberikan bonus spesial kepada saya karena tidak pernah absen kerja, sehingga hari ini dapat melunasi seluruh bagian yang tersisa."

"Ma! Kakak! Alangkah baiknya, tapi kelak tetap biarkan Siao Chun yang menyiapkan makan malam."

"Saya juga ingin terus mengantar koran."

"Terima kasih kepada kalian kakak beradik, benar-benar terima kasih!"

"Siao Chun dan saya ada sebuah rahasia, dan terus tidak memberitahu mama, itu adalah... pada sebuah hari Minggu di bulan November, sekolah Siao Chun menghubungi wali murid untuk hadir melihat program bimbingan belajar dari sekolah, guru dari Siao Chun secara khusus menambahkan sepucuk surat, yang mengatakan sebuah karangan Siao Chun telah dipilih sebagai wakil seluruh "Pei Hai Tao (Hokkaido)", untuk mengikuti lomba mengarang seluruh negeri. Hari itu saya mewakili mama untuk menghadirinya."

"Benar ada hal ini ? Lalu ?"

"Tema yang diberikan guru adalah "Cita-Citaku (Wo Te Ce Yuen)",

Siao Chun dengan karangan bertema semangkuk mie kuah, dipersilakan untuk membacanya di hadapan para hadirin."

"Isi dari karangan itu menuliskan, ayah mengalami kecelakaan lalu lintas, dan meninggalkan hutang yang banyak; demi untuk membayar hutang, mama bekerja keras dari pagi hingga malam, sampai hal saya mengantar koran juga ditulis oleh Siao Chun."

"Masih ada, pada malam tanggal 31 Desember, kami bertiga ibu dan anak bersama-sama memakan semangkuk mie kuah, sangatlah lezat.. 3 orang hanya memesan semangkuk mie kuah, sang pemilik toko, yaitu paman dan istrinya malah masih mengucapkan terima kasih kepada kami, serta mengucapkan selamat bertahun baru kepada kami! Suara itu sepertinya sedang memberikan dorongan semangat untuk kami untuk tegar menjalani hidup, secepatnya melunasi hutang dari ayah."

"Oleh karena itu, Siao Chun memutuskan untuk membuka toko mie setelah dewasa nanti, untuk menjadi pemilik toko mie nomor 1 di Jepang, juga ingin memberikan dorongan semangat kepada setiap pengunjung! Semoga kalian berbahagia! Terima kasih!"

Sepasang pemilik toko yang terus berdiri di balik pintu dapur mendengarkan pembicaraan mereka mendadak tak terlihat lagi, ternyata mereka sedang berjongkok, selembar handuk masing-masing memegang ujungnya, berusaha keras untuk menghapus air mata yang tak hentinya mengalir keluar.

"Selesai membaca karangan, guru berkata: Kakak Siao Chun telah mewakili ibunya datang ke sini, silakan naik ke atas menyampaikan beberapa patah kata."

"Sungguhkah ? Lalu kamu bagaimana ?"

"Karena terlalu mendadak, saat mulai tidak tahu harus mengucapkan apa baiknya, saya lantas mengucapkan terima kasih kepada semua orang atas perhatian dan kasih sayang terhadap Siao Chun, adik saya setiap hari harus membeli sayur menyiapkan makan malam, sering kali harus terburu-buru pulang dari kegiatan berkelompok, tentu mendatangkan banyak kesulitan bagi semua orang, tadi pada saat adik saya membacakan "Semangkuk mie kuah", saya sempat merasa malu, tetapi sewaktu melihat adik saya dengan dada tegap dan suara yang lantang menyelesaikan membaca krangan, merasa perasaan malu itulah yang benar-benar memalukan."

"Beberapa tahun ini, keberanian mama yang hanya memesan semangkuk mie kuah, kami kakak beradik tidak akan pernah melupakannya... kami berdua pasti akan giat dan rajin, merawat ibu dengan baik, hari ini dan seterusnya masih meminta tolong kepada para hadirin untuk memperhatikan adik saya."

Ibu dan anak bertiga secara diam-diam saling memegang tangan dengan erat, saling menepuk bahu, menikmati mie tahun baru dengan perasaan yang lebih berbahagia dibanding tahun sebelumnya, membayar 300 yen dan mengucapkan terima kasih, lalu memberikan hormat dan meninggalkan toko mie.

Majikan toko seperti sedang menutup tahun yang lama, dengan suara yang keras mengucapkan "Terima kasih! Selamat Tahun Baru!"

Setahun pun berlalu lagi, toko mie Pei Hai Thing juga meletakkan tanda "Telah Dipesan" sambil menunggu, tetapi ibu dan anak bertiga tidak muncul. Tahun kedua, tahun ketiga, meja nomor 2 tetap kosong, ibu dan kedua anaknya tetap tidak muncul.

Usaha dari Pei Hai Thing semakin bagus, dalam tokonya pun telah direnovasi, meja dan kursinya telah diganti dengan yang baru, hanya meja nomor 2 itulah masih tetap pada aslinya.

Banyak tamu pengunjung merasa heran, istri majikan lantas menceritakan kisah semangkuk mie kuah kepada para pengunjung. Meja nomor 2 itu lantas menjadi "Meja Keberuntungan", setiap pengunjung menyampaikan kisah ini kepada yang lainnya, ada banyak pelajar yang merasa ingin tahu, datang dari kejauhan demi untuk melihat meja tersebut dan menikmati mie kuah, semua orang umumnya ingin duduk di meja tersebut.

Lalu setelah melewati malam Chu Si beberapa tahun ini, para pemilik toko di sekitar Pei Hai Thing, setelah menutup toko pada malam Chu Si, umumnya akan mengajak keluarganya menikmati mie di Pei Hai Thing. Sering berkumpul sebanyak 30 hingga 40 orang, sangatlah ramai. Ini telah merupakan hal yang biasa dalam 5-6 tahun terakhir ini. Semua orang telah mengetahui asal dari meja nomor 2, meski mulut tidak berbicara, tapi dalam hati berpikir "Meja yang telah dipesan pada malam Chu Si" di tahun ini kemungkinan akan sekali lagi dengan meja dan kursi yang kosong menyambut datangnya tahun baru.

Hari ini, semua orang sekali lagi berkumpul pada malam Chu Si, ada orang yang memakan mie, ada yang minum arak, semuanya berkumpul seperti sebuah keluarga. Setelah lewat pukul 22.00, pintu dengan tiba-tiba... terbuka kembali, semua orang yang berada di dalam langsung menghentikan pembicaraan, seluruh pandangan mata tertuju ke arah pintu yang terbuka itu.

Dua orang remaja yang berpakaian stelan jas yang rapi dengan baju luar di tangan, berjalan melangkah masuk. Semua orang menghembuskan napas lega. Saat istri majikan ingin mengatakan meja makan telah penuh dan memberitahu tamu tersebut, ada seorang wanita berpakaian kimono berjalan masuk, berdiri di tengah kedua remaja tersebut.

Seluruh orang yang berada dalam toko menahan napas mendengar wanita berpakaian kimono tersebut dengan perlahan mengatakan: "Tolong... tolong... mie kuah... untuk jatah 3 orang, bolehkah?"

Belasan tahun telah berlalu, sang istri majikan toko seketika berusaha keras untuk mengingat kembali gambaran ibu muda dengan dua orang anaknya pada 10 tahun yang lalu.

Sang suami di balik dapur juga termenung. Seorang di antara ibu dan anak tersebut menatap sang istri yang tengah salah tingkah tersebut dan mengatakan: "Kami bertiga ibu dan anak, pada 14 tahun yang lalu pernah memesan semangkuk mie kuah di malam Chu Si, mendapatkan dorongan semangat dari semangkuk mie tersebut, kami ibu dan anak bertiga baru dapat menjalani hidup dengan tegar."

"Lalu kami pindah ke kabupaten (Ce He) tinggal di rumah nenek, saya telah melewati ujian jurusan kedokteran dan praktek di rumah sakit Universitas Kyoto bagian penyakit anak-anak, bulan April tahun depan akan praktek di rumah sakit kota Sapporo."

"Sesuai dengan tatakrama, kami datang mengunjungi rumah sakit ini terlebih dahulu, sekalian sembahyang di makam ayah, setelah berdiskusi dengan adik saya yang - pernah berpikir untuk menjadi majikan toko mie nomor 1 tapi belum tercapai - sekarang bekerja di Bank Kyoto, kami mempunyai sebuah rencana yang istimewa... yaitu pada malam Chu Si tahun ini, kami bertiga ibu dan anak akan mengunjung Pei Hai Thing di Sapporo, memesan 3 mangkuk mie kuah Pei Hai Thing."

Sang istri majikan akhirnya pulih ingatannya, menepuk bahu sang suami sambil berkata: "Selamat datang! Silakan... Ei! Meja nomor 2, tiga mangkuk mie kuah."